Minggu, 24 Mei 2015

macapat sebagai warisan wali songo


By on 20.00


Macapat Sebagai Warisan Wali Sanga



Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
       Penyebaran Islam di tanah Jawa tidak lepas dari sepak terjang para sembilan wali atau masyarakat Jawa sering menyebut wali songo. Wali songo diyakini sebagai ulama penyebar agama islam pertama di tanah jawa. Dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa para wali di kenal sering menggunakan pendekatan budaya dan kebiasaan masyarakat sekitar.
       Para sunan atau wali dikenal sangat pintar dalam berdakwah dan mengambil hati masyarakat, dengan menggabungkan antara kesenian dan kaidah-kaidah islam. Berkat kepiawayan para sunan dalam berdakwah membuat para masyarakat di pulau jawa tertarik untuk memeluk islam hingga berlanjut sampai saat ini.
       Hal tersebut yang menjadi latar belakang kami memilih macapat sebagai fokus riset kami dimana tidak hanya sebagai tembang macapat juga memiliki misi terselubung sebagai media dakwah yang efektif pada masa wali sanga saat menyebarkan ajaran Isalam ditanah Jawa. 
B. Rumusan Masalah
1.      Apa arti etimologi macapat ?
2.      Bagaimana sejarah terciptanya macapat ?
3.      Apa alasan diciptakannya macapat ?
4.      Apa jenis-jenis tembang macapat ?
5.      Bagaimana struktur tembang macapat ?
C. Tujuan
1.      Mengetahui etimologi macapat.
2.      Mengetahui sejarah penciptaan macapat dan alasan penciptaannya.
3.      Mengetahui makna dari tiap-tiap jenis macapat.



Bab II
Pembahasan

A. Etimologi Macapat
Pada umumnya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Seorang pakar Sastra Jawa, Arps menguraikan beberapa arti-arti lainnya di dalam bukunya Tembang in two traditions.
Selain yang telah disebut di atas ini, arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat.
Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-lagu yang artinya ialah “melagukan nada keempat”. Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan maca-tri-lagu. Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri. Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan nama tembang gedhé. Maca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara.
Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya. Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.





B. Sejarah Macapat
Macapat sebagai sebutan puisi jawa pertengahan dan jawa baru, yang hingga kini masih digemari masyarakat, ternyata sulit dilacak sejarah penciptaanya. Menurut narasumber, berpendapat bahwa tembang macapat digunakan pada awal periode Islam.
Karseno Saputra memperkirakan atas dasar analisis terhadap beberapa pendapat beberapa pendapat dan pernyataan. Apabila pola metrum yang digunakan pada tembang macapat sama dengan pola metrum tembang tengahan dan tembang macapat tumbuh berkembang sejalan dengan tembang tengahan, maka diperkirakan tembang macapat telah hadir dikalangan masyarakat peminat setidak-tidaknya pada tahun 1541 masehi. Perkiraan itu atas dasar angka tahun yang terdapat pada kidung Subrata, Juga Rasa Dadi Jalma = 1643 J atau 1541 masehi. (Saputra, 1992 : 14 )
Penentuan ini berpangkal pijak dari pola metrum macapat yang paling awal yang terdapat pada kidung Subrata. Sekitar tahun itu hidup berkembang puisi berbahasa jawa kuno, jawa tengahan dan jawa baru yaitu kekawin, kidung dan macapat. Tahun perkiraan itu sesuai pula dengan pendapat Zoetmulder lebih kurang pada abad XVI di jawa hidup bersama tiga bahasa, yaitu jawa kuno, jawa tengahan dan jawa baru.
Dalam Mbombong manah I ( Tejdohadi Sumarto, 1958 : 5 ) disebutkan bahwa tembang macapat ( yang mencakup 11 metrum ) di ciptakan oleh Prabu Dewawasesa atau Prabu Banjaransari di Sigaluh pada tahun Jawa 1191 atau tahun Masehi 1279. Tetapi menurut sumber lain, tampaknya macapat tidak hanya diciptakan oleh satu orang, tetapi oleh beberapa orang wali dan bangsawan. ( Laginem, 1996 : 27 ). Para pencipta itu adalah Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muryapada, Sunan Kali Jaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Geseng, Sunan Majagung, Sultan Pajang, Sultan Adi Eru Cakra dan Adipati Nata Praja.

C. Alasan Penciptaan Macapat
Mengajarkan sebuah keyakinan baru kepada sekelompok orang (suku bangsa) bukanlah perkara yang mudah apalagi jika kelompok (suku bangsa) tersebut sudah memiliki keyakinan yang telah sangat lama dianut hingga berpuluh-puluh generasi. Hal itu pernah dirasakan Wali Sanga dalam mengajarkan Islam ditanah Jawa mereka  harus memutar menggunakan metode dakwah yang tidak biasa agar ajaran Islam bisa diterima mengingat saat itu ajaran Hindu dan Budha masih sangat kental dan juga tradisi masyarakat yang masih banyhak memegang teguh dengan adat warisan nenk monyang (kejawen) yang notabene banyak yang menyimpang dari ajaran Islam. Maka para Sunan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wali Sanga.
Menurut sumber yang kami dapat dari seorang narasumber para Sunan menciptakan macapat menciptakan macapat karena terinspirasi dari masyarakat sekitar yang gemar dengan seni seperti tarian, syair, sampai dengan pagelaran-pagelaran seperti wayang dan pertunjukan seni lainnya. Oleh karena itu para Sunan menciptakan sebuah tembang yang didalamnya terdapat makna alur kehidupan tidak lupa dibumbui dengan ajaran-ajaran Islam yang terdapat pada lirik dan syairnya agar dapat menarik hati masyarakat pada saat itu.

D. Jenis-Jenis Tembang Macapat
1. Maskumambang (dalam kandungan)
       Dalam bahasa jawa “kumambang” berarti mengambang. Tembang ini menggambarkan kehidupan manusia yang masih ada di dalam kandungan, yaitu di perut ibunya.
2. mijil (lahir)
       Dalam bahsa jawa “mijil” berarti muncul atau lahir. Tembang ini menggambarkan kelahiran bayi.
3. sinom (muda)
       Dalam bahasa jawa ”kanoman” berarti masa muda. Tembang ini menggambarkan masa muda yang indah penuh dengan harapan, angan-angan, dan mencari ilmu untuk mewujudkannya.
4. kinanthi (tuntutan)
Dalam bahsa jawa “kanthi” berartituntutan atau dituntut untuk menggapai masa depan. Tembang ini menggambarkan masa dimana manusia membentuk jati diri dan meniti jalan menuju cita-cita.
5. Asmarandana (asmara)
Dalam bahasa jawa “tresna” berarti cinta atau kasmaran. Tembang ini menggambarkan dimana manusia dirundung asmara.
6. Gambuh (cocok)
Dalam bahasa jawa “jumbuh” berarti cocok. Tembang ini menggambarkan komitmen manusia yang sudah menyatakan cinta dan siap untuk berumah tangga.
7. Dhandanggula (senang)
Dalam bahasa jawa “kasembadan” berarti kesenangan. Tembang ini menggambarkan keberhasilan seseorang dalam membina rumah tangga.
8. durma (dermawan)
Dalam bahsa jawa “darma” berarti dermawan atau senang bersedekah. Tembang ini menggambarkan wujud dari rasa syukur manusia kepada Allah SWT yang telah memberikan kehidupan yang terbaik.
9. Pangkur(Menjauh)
Dalam bahasa jawa “mangkur” berarti menjauhi. Tembang ini menggambarkan manusia yang berusaha menjauhi hawa nafsu angkara murka dan nafsu negatif  yang menggerogoti jiwa manusia.
10.Megatruh(kematian)
Dalam bahasa jawa “megat roh” berarti keluarnya roh. Tembang ini menggambarkan terlepasnya dari raga manusia.
11. Pocung(dibungkus kain putih)
Dalam nahasa jawa “pocong” berarti dibungkus. Tembang ini menggambarkan manusia yang sudah mati kemudian dimandikan, disholatkan, dikafankan, dan siap untuk dikuburkan.
12. Wirangrong(dimasukan kedalam tanah)
Dalam bahasa jawa “ngerong” berarti didalam tanah. Tembang ini menggambarkan manusia yang sudah dipocong kemudian dimasukkan ke dalam tanah.




E. Struktur Tembang Macapat
Dalam khasanah budaya Jawa salah satu kekayaan yang hingga kini masih dapat kita nikmati adalah ragam seni suara dalam bentuk tembang/lagu. Sekilas, menurut sejarahnya, tembang dalam budaya Jawa terbagi menjadi beberapa bagian seturut dengan zaman kemunculannya. Macam-macam tembang Jawa tradisional tersebut adalah: Sekar Kakawin, Sekar Ageng, Sekar Tengahan, Sekar Macapat, Tembang Dolanan Gagrag Lawas dan Gagrag Énggal. Dalam perkembangannya, khasanah lagu/tembang kini semakin beraneka ragam dengan munculnya tembang-tembang baru sesuai dengan masuknya aneka genre musik yang sedikit banyak juga turut memperkaya keberadaan tembang-tembang Jawa.
Dalam kesempatan ini saya akan mencoba membantu memperkenalkan salah satu jenis tembang klasik tradisional Jawa, yaitu Sekar/Tembang Macapat. Agar lebih jelas dan menarik, maka di awal tulisan saya ini sengaja saya akan menyampaikan contoh-contoh serta aturan pembuatan sebuah tembang Macapat. Dalam tembang Macapat dikenal beberapa istilah yang digunakan sebagai acuan dalam membuat/menggubah sebuah tembang. Adapun istilah-istilah beserta pengertian sederhananya adalah sebagai berikut:
1. Wilangan/Guru Wilangan : jumlah suku kata dalam sebuah kalimat
2. Guru Lagu/Dhong-dhing : huruf vokal/bunyi yang terdapat pada suku kata                             terakhir pada suatu baris kalimat lagu
3. Gatra : jumlah kalimat/baris yang terdapat dalam satu bait lagu
4. Pupuh : bait lagu
Di dalam tembang Macapat terdapat 11 jenis/ragam tembang. Masing-masing memiliki nama, ciri khas, perwatakan, dan peruntukan tersendiri. Namun bahasan kali ini hanya akan saya batasi tentang jenis/ragam tembang yang termasuk tembang Macapat beserta aturan bakunya saja (penentuan jumlah gatra, wilangan dan guru lagu). Kesebelas tembang yang termasuk di dalam Sekar Macapat tersebut adalah sekar/tembang: Pocung, Maskumambang, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi, Pangkur, Durma, Asmaradana, Sinom, dan Dhandhanggula.
Sebagai pemahaman awal, perlu saya sampaikan bahwa aturan baku tembang Macapat yang berupa aturan jumlah gatra/larik/kalimat, guru wilangan maupun guru lagu dari masing-masing tembang sudah merupakan ketentuan baku yang tidak bisa diubah. Untuk mempermudah, pada masing-masing tembang akan saya sertakan keterangan jumlah gatra dalam satu pupuh/bait. Sedangkan keterangan di belakang masing-masing larik/baris yang berupa angka dan huruf vokal menunjukkan jumlah guru wilangan dan guru lagu.
Disamping itu, keindahan tembang Jawa, terutama Sekar Macapat juga terletak pada keindahan penempatan dan pemilihan kata. Sebagai contoh sekaligus acuan untuk membuat tembang Macapat, berikut ini kami tuliskan ragam tembang Macapat.

1. POCUNG
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 4 gatra
Contoh:
Mapan éwuh tinitah dadi kang sepuh (12u)
Tan kena gumampang (6a)
Nadyan marang saduluré (8e)
Tuwa anom aja béda traping karya (12a)

2. MASKUMAMBANG
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 4 gatra
Contoh:
Kang tan manut pitutur wong tuwa ugi (12i)
Panemu duraka (6a)
Ing donya tumekèng akir (8i)
Tan wurung kasurang-surang (8a)

3. GAMBUH
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 5 gatra
Contoh:
Sekar Gambuh ping catur (7u)
Kang cinatur tutur kang kalantur (10u)
Tanpa tutur katula-tula katali (12i)
Kadaluwarsa kapatuh (8u)
Kapatuh pan dadi awon (8o)

4. MEGATRUH
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 5 gatra
Contoh:
Yèn Suwanda baé yayi kang kadulu (12u)
Sasrabahu kang kaèksi (8i)
Yèn Sasrabahu kadulu (8u)
Suwanda datan kaèksi (8i)
Dèn awas panunggal loro (8o)

5. MIJIL
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 6 gatra
Contoh:
Apan uwus ubayèng narpati (10i)
Rumeksèng kaprabon (6o)
Kang wus tetep rumeksa ing akèh (10e)
Kalaraning praja dèn pakéling (10i)
Larapana ing sih (6i)
Wadya saprajèku (6u)

6. KINANTHI
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 6 gatra
Contoh:
Pinandeng sarwi tumungkul (8u)
Anoman ngiling-ilingi (8i)
Sarta myarsakken karuna ((8a)
Sumedhot tyasira nenggih (8i)
Iya iki apa baya (8a)
Kusuma Putri Manthili (8i)

7. PANGKUR
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 7 gatra
Contoh:
Lawan ambegé sadaya (8a)
Wregung alit ambeg sapati urip (11i)
Ratuné wre wus angratu (8u)
Ring Sang Rama Wijaya (7a)
Ciptanira lebur luluh ing satuduh (12u)
Rama ingaken Jawata (8a)
Sungkemé ing pati urip (8i)

8. DURMA
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 7 gatra
Contoh:
Kadya pinuh sariranya déning kang rah (12a)
Wauta Sang Apekik (7i)
Regawa kumesar (6a)
Muring ring tyas mangarang (7a)
Marang ngendi sira yayi (8i)
Jurang hingungak (5a)
Manawa tibèng trebis (7i)

9. ASMARADANA / ASMARANDANA
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 7 gatra
Contoh:
Katon asihira yayi (8i)
Tresna maring kadang tuwa (8a)
Iya sapa kaya kowé (8e)
Wus kèthèr isining jagad (8a)
Tumon kasektènira (7a)
Dasamuka wusnya wuwus (8u)
Kang rayi lon aturipun (8u)

10. SINOM
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 9 gatra
Contoh:
Wong Agung Rama Wijaya (8a)
Mangunèng tyas tan pinanggih (8i)
Tan ana wenganing driya (8a)
Déné kalangan jaladri (8i)
Ènget pandhita nguni (7i)
Sutikna Yogi turipun (8u)
Bésuk pan kalampahan (7a)
Angadoni jayèng jurit (8i)
Mring Ngaléngka sedhih kalangan samodra (12a)

11. DHANDHANGGULA
Jumlah gatra dalam 1 pupuh: 10 gatra
Contoh:
Sasmitaning aurip puniki (10i)
Apan éwuh yèn ora weruha (10a)
Tan jumeneng ing uripé (8e)
Akèh kang ngaku-aku (7u)
Pangrasané sampun udani (9i)
Tur durung wruh ing rasa (7a)
Rasa kang satuhu (6u)
Rasaning rasa punika (8a)
Upayanen dara pan sampurna ugi (12i)
Ing kauripanira (7a)
Catatan:
Untuk memperindah serta menyesuaikan dengan guru wilangan, maka di dalam membuat Sekar Macapat seringkali ada kata-kata yang digabungkan, atau dicarikan padanannya.
Contoh penggabungan:
nuju ing à nujwèng
suka ing à sukèng
madyaning à madyèng
Contoh padanan:
samodra = jalanidhi = jaladri
manungsa = wong = jalmi
roh = suksma
Gusti = Hyang Widi = Hyang Ma Wasésa


About Syed Faizan Ali

Faizan is a 17 year old young guy who is blessed with the art of Blogging,He love to Blog day in and day out,He is a Website Designer and a Certified Graphics Designer.

1 komentar:

  1. Casino Online: $1 BONUS for first time in US$1! | JDH Hub
    Casino 의정부 출장안마 Online: 전주 출장마사지 $1 BONUS for first time in US$1! Play exciting 익산 출장샵 casino games like blackjack, roulette, video poker, and 경기도 출장안마 slots. 속초 출장샵

    BalasHapus