Sabtu, 30 Mei 2015

funding



FUNDING
1.       Pengertian Tabungan Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang pada penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, namun tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro atau alat launnya yang dipersamakan dengan itu.
2.       Pengertian simpanan giro atau yang lebih populer disebut rekening giroberdasarkan UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 Nov 1998 bahwa simpanan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukukan,
3.       Pengertian deposito: deposito adalah sejenis produk investasi / tabungan yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat.
·         Landasan hukum deposito : Al-Muzammil 20
a.       Soal deposito :
Perhitungan Bunga Deposito (Time Deposit)
Ny. Julia ingin menerbitkan deposito berjangka dgn nominal Rp 40.000.000,- jangka waktu yg diinginkan adalah 9 bulan, bunga dikanakan 18%/Pa dan diambil setelah jatuh tempo.
Pertanyaan : berapa jumlah bunga yg diterima Ny. Julia setiap bulan dan setelah jatuh tempo seluruh deposito dicairkan, dng pajak sebesar 15%.
Jawab:
Bunga= 18% x Rp 40.000.000 x 1 = Rp 600.000
12
Pajak 15% Rp 600.000 = Rp 90.000
Bunga bersih setiap bulan Rp 510.000
Jika bunga diambil setelah jatuh tempo adalah 9 bulan x Rp 600.000 = Rp 5.400.000
Pajak 15% x Rp 5.400.000 = Rp 810.000
Rp 4.590.000
b.       Soal deposito :
Tn Ray Ibrahim ingin membeli 10 lembar sertifikat deposito nominal @ Rp 10.000.000 Bunga 14%P.A dan diambil dimuka. Jangka waktu adalah 12 bulan dan pembayaran secara tunai.
Pertanyaan : Berapa jumlah yg harus dibayar Tn. Ray Ibr. Kpd pihak bank jika dikenakan pajak 15%?
Jawaba :
Total nominal sertifikat deposito 10 x Rp 10.000.000 = Rp 100.000.000
Bunga = 14% x Rp 100.000.000 x 12 = Rp 14.000.000
12
Pajak = 15% x Rp 14.000.000 = Rp 2.100.000
Rp 11.900.000
Junlah yang harus dibayar ke bank Rp 88.100.000
c.        Soal deposito :
Tn. Arbi Kuris memiliki uang sejumlah Rp.200.000.000,- ingin menerbitkan deposito on call mulai hari ini tgl 2 Mei 2008.bunga yg telah disepakati adalah 3% PM dan diambil pd saat pencairan. Pd tgl 18 Mei 2008 Tn Arbi Kuris mencairkan Deposito on Callnya.
Pertanyaan: Berapa bunga yg diterima oleh Tn. Arbi Kuris pd saat pencairan jika pajak sebesar 15%.
Jawab:
Bunga = 3% x Rp 200.000.000 x 16 hari = Rp 3.200.000
30 hari
Pajak 15% x Rp 3.200.000 = Rp 480.000
= Rp 2.720.000
Perhitungan Denda/Penalty
Hari ini tgl 16 Juli 2008 Tn. Rivan ingin menerbitkan deposito berjangka senilai Rp 10.000.000,- untuk jangka waktu 3 bulan Bunga 12% PA dan diambil setiap bulan tunai, karena suatu hal Tn. Rivan mencairkan depositonya tgl 14 September 2008 untuk itu Tn. Rivan dikenakan penalty rate sebesar 3% dan dikenakan pajak 15%.
Pertanyaan : Buat perhitungan denda yg harus dibayar oleh Tn. Rivan!!
Jawab :
Periode deposito :
16/7 --------------16/8--------------------16/9-------------------16/10
14/9 deposito dicairkan
Perhitungan bunga yang sudah diterima pada bulan Juli adalah :
12% x Rp 10.000.000 x 1 = Rp 100.000
12
Pajak 15% x Rp 100.000 = Rp 15.000
Bunga ya ng diterima Rp 85.000
Perhitungan bunga setelah kena penalty rate sebesar 3% adalah :
Bunga 12% - 3% = 9%
Jadi : Bulan 1 = 9% x Rp 10.000.000 x 1 = Rp 75.000
12
Bulan 2 = 9% x Rp 10.000.000 x 28 hari = Rp 70.000
360 hari
Rp 145.000
Dengan demikian denda yang harus dibayar oleh Tn. RIvan adalah
Rp 145.000 – Rp Rp 85.000 = Rp 60.000

4.    Wadiah yad amanah : adalah akad penitipan barang di mana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima.
5.    Wadiah yad dhamanah: Akad penitipan barang di mana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang dapat memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penerima titipan.
6.       Mudharabah Mutlaqah (bebas) Mudharabah Mutlaqah atau disebut dengan (Unrestricted Investment Account) adalah akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara shahibul maal selaku investor denganmudharib selaku pengusaha yang berlaku secara luas. Atau dengan kata lain pengelola (mudharib) mendapatkan hak keleluasaan (disrectionary right) dalam pengelolaan dana, jenis usaha, daerah bisnis, waktu usaha,  maupun yang lain.
7.        Mudharabah Muqoyyadah (terikat) : Disebut juga dengan istilah (Restricted Investment Account) yaitu kerjasama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal selaku investor dengan pengusaha atau mudharib, investor memberikan batasan tertentu baik dalam hal jenis usaha yang akan dibiayai, jenis instrumen, resiko, maupun pembatasan lain yang serupa.

FINANCING
8.       Pengertian Jual Beli :
Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain  dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual.
9.       Sewa menyewa
adalah suatu perjanjian atau kesepakatan di mana penyewa harus membayarkan atau memberikan imbalan atau manfaat dari benda atau barang yang dimiliki oleh pemilik barang yang dipinjamkan. Hukum dari sewa menyewa adalah mubah atau diperbolehkan. Contoh sewa menyewa dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti kontrak mengontrak gedung kantor, sewa lahan tanah untuk pertanian, menyewa / carter kendaraan, sewa menyewa vcd dan dvd original, dan lain-lain.
10.    Pengertian Bagi hasil (Profit sharing)
adalah berbagi keuntungan antara pihak bank syariah dengan nasabah; prinsip utama yang dilakukan oleh bank syariah. Hunbungan yang terjalin dalam kerjasama bagi hasil adalah hubungan antara pemilik modal (shohibul mal) dan pekerja (mudharib)
11.    Kata murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan).
Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan. Jual beli murabahah secara terminologis adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan laba atau keuntungan bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur. Jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan.
·         Landasan hukum Murabahah : “Hai orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu” (QS. An Nisa : 29).
·         Soal murabahah :
12.    Salam : Secara terminologi, jual beli salam ialah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari.
·         Landasan hukum salam : Dalam surat Al-Baqarah ayat 282: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
·         Soal salam : “ Saya jual kepadamu satu meja tulis dari jati, ukurannya 140x100 cm, tingginya 75 cm, sepuluh laci, dengan harga Rp. 100.000,- “. Pembeli pun berkata, “ Saya beli meja dengan sifat tersebut dengan harga Rp. 100.000,-”. Dia membayar uangnya sewaktu akad itu juga, tetapi mejanya belum ada. Jadi, salam  ini merupakan jual beli utang dari pihak penjual dan kontan dari pihak pembeli karena uangnya telah dibayarkan sewaktu akad.
13.    Pengertian istisna : Transaksi bai’ al-istisna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
·         Landasan hukum  istisna :
 “Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. minta dibuatkan cincin dari emas. Beliau memakainya dan meletakkan batu cincin di bagian dalam telapak tangan. Orang-orang pun membuat cincin. Kemudian beliau duduk di atas mimbar, melepas cincinnya, dan bersabda, “Sesungguhnya aku tadinya memakai cincin ini dan aku letakkan batu mata cincin ini di bagian dalam telapak tangan.” Kemudian beliau membuang cincinnya dan bersabda, “Demi Allah, aku tidak akan memakainya selamanya.” Kemudian orang-orang membuang cincin mereka.” (HR Bukhari)
·          Soal istisna :
14.    Pengertian ijarah : Dalam Ijarah murni, yang berlaku adalah perjanjian sewa menyewa biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal perjanjian, yaitu antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali pada kedudukannya masing-masing. Dalam konsep Ijarah murni tersebut, yang di sewakan tidak hanya berupa manfaat atas suatu barang saja, melainkan juga manfaat atas suatu jasa tertentu. Misalnya: jasa borongan pembangunan gedung bertingkat, jasa borongan penjahitan dan lain sebagainya.
·         Landasan hukum  ijarah :
Dalam surat al-Qashas ayat 26 & 27
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS al-Qasas,26)
·         Soal ijarah:
15.     Pengertian ijarah muntahiya bittamlik  : Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesiaakad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
·         Landasan hukum ijarah muntahiya bittamlik : surah al-Baqarah ayat 223:
ูˆَุฅِู†ْ ุฃَุฑَุฏْุชُู…ْ ุฃَู†ْ ุชَุณْุชَุฑْุถِุนُูˆุง ุฃَูˆْู„َุงุฏَูƒُู…ْ ูَู„َุง ุฌُู†َุงุญَ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุฅِุฐَุง ุณَู„َّู…ْุชُู…ْ ู…َุง ุขุชَูŠْุชُู…ْ ุจِุงู„ْู…َุนْุฑُูˆูِ ูۗˆَุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ูˆَุงุนْู„َู…ُูˆุง ุฃَู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุจِู…َุง ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุจَุตِูŠุฑٌ
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(QS al-Baqarah,233) 
·         Soal ijarah muntahiya bittamlik:
16.    Pengertian musyarakah : Musyarakah menurut bahasa adalah saling bekerja sama, berkongsi, berserikat, bermitra (cooperation, partnership). Menurut PSAK No.106 paragrap 4, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan kontribusi dana.
·         Landasan hukum musyarakah :
Al-Qur’an surat An-nisaa’ ayat 12 :
“...maka mereka berserikat pada sepertiga.....
Surat Shaad ayat 24:
Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh
·         Soal Musyarakah :
17.     Pengertian Mudharabah : Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara istilahmudharabah adalah akad kerjasama antara pihak pemilik dana (shohibul mal) dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Atau akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama(shohibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola (mudharib)
·         Landasan hukum Mudharabah :
Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat 20 :
“....dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT....
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah diatas adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha, selain itu, juga terdapat dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10:
“....apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...
Surat Al-baqarah ayat 198:
Tidak ada dosa(halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu...

·         Soal Mudharabah :

Jumat, 29 Mei 2015



SALAFIYAH DAN PEMIKIRAN KALAMNYA


Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Kalam

Pembimbing : Drs. H. Amir Gufron, M.Ag



Disusun oleh :
1.              Arif Setiyawan            ( 141221205 )
2.              Mira Noorchotimah     ( 141221212 )
3.              Fitri Amalia                 ( 141221218 )



BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2015


BAB I
PENDAHULUAN

Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu dari tiga komponen utama rukun iman. Ketiga komponen itu, yaitu nuthqun bi al-lis’ani (mengucapkan dengan lisan), amalun bi al-ark’ani ( melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan tashd’iqun bi al-qalbi ( membenarkan dengan hati ). Agar keyakinan itu dapat tumbuh dengan kukuhnya, para ulama dahulu telah melalukan kajian secara mendalam.
Untuk menjadikan ucapan  lisan secara meyakinkan dan kukuh diperlukan ilmunya, yaitu ilmu tauhid, ilmu yang membahas tentang masalah ketuhanan. Pada gilirannya dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang berlaku pada saatnya, ilmu tauhid telah berkembang menjadi ilmu kalam. Sementara itu, ilmu yang dapat memperkukuh amalan-amalan iman dinamakan ilmu fiqh. Ilmu fiqh menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan amalan-amalan seorang yang beriman agar keimanannya semakin kuat.
         Diantara amalan itu, yaitu amalan-amalan ibadah  mahdhah, seperti salat, puasa, zakat, dan berhaji ke baitullah. Adapun ilmu yang membahas agar hati seorang mukmin dapat memperoleh keyakinan yang kuat, para ulama masa lalu mengajarkan ilmu tasawuf. Dengan ilmu ini, diharapkan iman seorang mukmin maupun meresap ke dalam hati seseorang mukmin yang terdalam.










BAB II
PEMBAHASAN

W. Montgomery Watt menyatakan bahwa gerakan salafiyah berkembang  terutama di baghdad pada abad ke-13.[1] Pada masa itu, terjadi gairah menggebu-gebu yang diwarnai fanatisme kalangan kaum hanbali. Sebelum akhir abad itu, terdapat sekolah-sekolah hanbali di jerussalem dan damaskus. Di damaskus kaum hanbali semakin kuat dengan kedatangan para pengungsi dari Irak yang di sebabkan serangan Mongol atas Irak. Diantara para pengungsi itu terdapat satu keluarga dari harran, yaitu keluarga Ibn Taimiah. Ibn Taimiah ( 1263-1328 M ) adalah seorang ulama besar penganut Imam Hanbali yang ketat.
Berdasarkan uraian Ibrahim Madzkur, karakteristik-karakteristik ulama salaf atau salafiyah dapat dikemukakan sebagai berikut.[2]
1.      Lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah (aql).
2.      Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’ad-din), hanya bertolak dari penjelasan-penjelasan Al-kitab dan As-sunnah.
3.      Mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) tidak pula mempunyai paham antropomorfisme.
4.      Memahami ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, tidak berupa untuk menakwilkannya.
Melihat karakteristik yang dikemukakan Ibrahim Madzkur di atas, tokoh-tokoh berikut dapat dikategorikan sebagai ulama salaf. Tokoh yang dimaksud adalah Abdullah bin Abbas (68 H), Abdullah bin Umar (74 H), Umar bin Abd Al-Aziz (101 H), Az-Zuhri (124 H), ja’far Ash-Shadiq (148 H), dan para imam mazhab yang empat (Imam hanafi,maliki, syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal). Harun Nasution menganggap bahwa secara kronologis, salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu, ajarannya dikembangkan Imam Ibn Taimiah, disuburkan oleh imam Muhammad bin Abdul Wahab, dan akhirnya berkembang di dunia islam secara sporadis. Di indonesia, gerakan ini berkembang lebih banyak dilaksanakan oleh gerakan-gerakan persatuan islam (persis), bahkan muhammadiyah. Gerakan-gerakan lainnya, pada dasarnya juga menganggap sebagai gerakan ulama salaf, tetapi teologinya sudah di pengaruhi oleh pemikiran yang di kenal dengan istilah logika. Sementara itu, para ulama yang menyatakan mereka sebagai ulama salaf, mayoritas tidak menggunakan pemikiran dalam membicarakan masalah teologi (ketuhanan).
Berikut akan di jelaskan beberapa ulama salaf dengan pemikirannya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan kalam :

1.      Imam Ahmad bin  Hanbal (780-855 M)
a.       Riwayat hidup singkat Ibn Hanbal
Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. Ia sering di panggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena menjadi pendiri mazhab Hanbali. Ibunya bernama shahifah binti Maimunah binti Abdul Malik binti Sawadah binti Hindur Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya’b bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi’al-Hadis bin Nizar. Di dalam deluarga Nizar ini tampaknya Imam Ahmad bertemu keluarga dengan nenek moyangnya, Nabi Muhammad SAW.
Ayahnya meninggal ketika Ibn Hanbal masih berusia muda. Meskipun demikian, ayahnya telah mengawalinya memberikan pendidikan Al-Qur’an. Pada usia 16 tahun, ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama-ulama baghdad. Lalu mengunjungi ulama-ulama terkenal di kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekah, dan Madinah. Di antara guru-gurunya adalah Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahin bin Sa’id, Muhammad bin Idris Asy-syafi’ie, Abd Razaq bin humam, dan Musa bin Tariq. Dari guru-gurunya, Ibn Hanbal mempelajari ilmu Fiqh, Hadits, Tafsir, Kalam, Ushul, dan Bahasa Arab.
Ibn hanbal dikenal sebagai seorang Zahid. Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidur hanya sedikit pada malam hari. Ia juga di kenal sebagai seorang dermawan. Pada suatu ketika, Khalifah Makmun Ar-Rashid membagikan beberapa keping emas untuk di berikan kepada para ulama hadits, yang merupakan kebiasaan khalifah pada masa itu. Ibn Hanbal justru menolaknya. Diriwayatkan pula, suatu ketika Syekh Abdul Razak datang untuk menengoknya. Diriwayatkan pula, suatu ketika Syekh Abdul Razak datang untuk menengoknya yang sedang dalam kesulitan keuangan di Yaman. Gurunya itu mengambil segenggam dinar dari kantongnya dan diberikan kepada Ibn Hanbal, tetapi Ibn Hanbal menagatakan, “Saya tidak membutuhkannya.
Sebagai seorang yang teguh pendirian, ketika Khalifah Al-Makmun mengembangkan Mazhab Mu’tazilah, Ibn Hanbal menjadi korban “mihnah” karena tidak mengakui bahwa Al-Qur’an itu Makhluk, sehingga ia harus masuk penjara. Nasib serupa di alaminya pada masa pemerintahan para pengganti Al-Makmun, yaitu Al-Mu’tasim dan Al-Watsiq. Setelah Al-Mutawakil naik tahta, Ibn hanbal memperoleh kebebasan. Pada masa ini, ia memperoleh penghormatan dan kemuliaan.

2.      Pemikiran Teologi Ibn Hanbal
a.       Ayat-ayat mutasyabinat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih menyukai pendekatan lafdzi (tekstual) dari pada pendekatan takwil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabinat. Hal itu terbukti ketika ia di tanya tentang penafsiran ayat:[3]
ุงَ ู„ุฑَّ ุญْู…َู†ُ ุนَู„َู‰ ุง ู„ْุนَุฑْ ุดِ ุงุณْุชَูˆَู‰
Artinya : “(Yaitu) yang Maha pengasih, yang bersemayam di atas Arsy.”

Dalam hal ini, Hanbal menjawab :
ุงِ ุณْุชَูˆَ ู‰ ุนَู„َู‰ ุงْ ู„ุนَุฑْ ุดِ ูƒَูŠْูَ ุดَุง ุกَ ูˆَ ูƒَู…َุง ุดَุง ุกَ ุจِู„ุงَ ุญَุฏٍّ ูˆَ ู„َุง ِุตูَุฉٍ ูŠُุจَู„ِّุบُู‡َุง ูˆَ ุง ุตِูُ
Artinya : “Istiwa di atas arasy terserah Dia dan bagaimana Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorang pun yang sanggup menyifatinya.

Kemudian, ketika ditanya tentang makna hadis nuzul (tuhan turun ke langit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat tuhan di akhirat), dan hadits tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab :
ู†ُุคْ ู…ِู†ُ ุจِู‡َุง ูˆَ ู†ُุตَุฏِّ ู‚ُู‡َุง ูˆَ ู„ุงَ ูƒَูŠْูَ ูˆَ ู„ุงَ ู…َุนْู†ู‰
Artinya : “kita mengimani dan membenarkan, tanpa mencari penkelasan cara dan maknanya.”

Dari pertanyaan di atas, Ibn Hanbal tampaknya bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menyucikan-Nya dari kesurupan dengan makhluk. Ia sama sekali tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
b.      Status Al-Qur’an
Salah satu persoalan teologis yang di hadapi Ibn Hanbal yang kemudian membuatnya di penjara beberapa kali adalah tentang status Al-Qur’an, apakah di ciptakan (makhluk) karena hadits (baru) ataukah tidak diciptakan karena qadim. Paham yang diakui oleh pemerintah resmi pada saat itu, yaitu dinasti abbasiah di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, dan Al-Watsiq adalah paham Mu’tazilah, yaitu Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Sebab, paham adanya qadim di samping tuhan, bagi mu’tazilah berarti menduakan Tuhan. Menduakan Tuhan adalah syirik dan dosa besar yang tidak diampuni Tuhan.
Tampaknya, Ibn Hanbal tidak sependapat dengan paham resmi di atas. Oleh karena itu, ia kemudian di uji dalam kasus mihnah oleh aparat pemerintah. Pandangannya tentang status Al-Qur’an dapat di lihat dari dialognya dengan ishaq bin Ibrahim, gubernur Irak.




3.      Riwayat hidup singkat Ibn Taimiah
Nama lengkap Ibn Taimiah adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim bin Taimiah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam Senin tanggal 20 Dzulqaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslim pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdissalam Ibn Abdillah bin Taimiah, seorang syekh,khatib, dan hakim d kotanya.
Dikatakan oleh ibrahim Madzkur bahwa Ibn Taimiah merupakan seorang tokoh salaf ekstrem karena kurang memberikan ruang gerak pada akal. Ia murid muttaqi,wara dan zuhud. Ia seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani dengan mengangkat senjata. Ia di kenal sebagai seorang muhaddits, mufasir, faqih, teolog, bahkan banyak mengetahui tentang filsafat. Ia telah mengkritik Khalifah Umar dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al Ghazali Ibn Arabi. Kritikannya di tujukan pula kepada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan kemarahan para ulama pada zamannya. Berulang kali Ibn Taimiah masuk penjara hanya karena bersengketa dengan para ulama pada zamannya.
Ibn Taimiah di kenal dengan kecerdasan sehingga pada usia 17 tahun telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum secara resmi. Para ulama lawan Ibn Taimiah yang sangat risau oleh serangan-serangannya, serta iri hati terhadap kedudukannya di istana Gubernur Damaskus, telah menjadikan pemikiran-pemikiran Ibn Taimiah sebagai landasan untuk menyerangnya. Di katakan oleh lawan-lawannya bahwa pemikiran Ibn Taimiah sebagai klenik, antropomorfisme, sehingga pada awal 1306 M Ibn Taimiah di panggil ke Kairo. Sesuai keputusan pengadilan kilat, akhirnya ia di penjarakan.
Harus di maklumi bahwa masa hidup Ibn Taimiah bersamaan dengan kondisi dunia islam yang sedang mengalami disintegrasi, dislokasi sosial, dan dedadensi moral dan akhlak. Kelahirannya terjadi lima tahun setelah baghdad dihancurkan pasukan Mongol, Hulagu Khan. Oleh karena itu, sangat pantas apabila Ibn Taimiah dalam upayanya mempersatukan umat islam mengalami banyak tantangan, bahkan dirinya harus wafat di dalam penjara.[4]

4.      Pemikiran teologi Ibn Taimiah
Pikiran-pikiran Ibn Taimiah, seperti dikatakan Ibrahim Madzkur adalah sebagai berikut :
a.       Berpegang teguh pada nash (teks Al-Qur’an dan Al-Hadits)
b.      Tidak memberikan ruang gerak yang bebas pada akal
c.       Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama
d.      Di dalam islam yang di teladani hanya tiga generasi (sahabat, tabiin dan tabii tabiin)
e.       Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya
f.       Ibn Taimiah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa apabila kalamullah qadim,kalamnya pasti qadim pula
Ibn Taimiah adalah seorang tekstualis. Oleh karena itu, pandangannya di anggap oleh ulama Mazhab Hanbali, Al-Khatib Ibn Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah, yaitu menyerupakan Allah dengan Makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiah sebagai salaf perlu di tinjau kembali.
Berikut pandangan-pandangan Ibn Taimiah tentang sifat-sifat Allah.
1.      Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati. Sifat-sifat yang di maksud adalah:
a.       Sifat salbiah yaitu qidam,baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuuhu bi nafsihi, dan wahdaniyah
b.      Sifat ma’ani yaitu qudrah, iradah, sama, bahsar, hayat, ilmu dan kalam
c.       Sifat khabariah (sifat-sifat yang di terangkan oleh Al-Qur’an dan Hadits meskipun akal bertanya-tanya tentang maknanya) seperti kenangan yang menyatakan bahwa Allah di langit, Allah di atas Arasy, Allah turun ke langit dunia, Allah di lihat oleh orang beriman di surga kelak, wajah , tangan, mata Allah
d.      Sifat dhafiah meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, seperti rabb al-alamin, khaliq al-kaun dan falik al-hubb wa an-nawa
2.      Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama Nya yang Allah atau Rasul-Nya sebutkan, seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami dan al-bashir
3.      Menerima sepenuhnya sifat-sifat dan nama-nama Allah dengan:
a.       Tidak mengubah maknanya pada makna yang tidak di kehendaki lafaz (min ghair tahrif)
b.      Tidak menghiilangkan pengertian pengertian lafaz (min ghair ta’thil)
c.       Tidak mengingkarinya (min ghair ilhad)
d.      Tidak menggambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran, hati, maupun dengan indra ( min ghair takyif at-takyif)
e.       Tidak menyerupakan (apalagi menyamakan) sifat-sifat Nya dengan sifat-sifat makhluk-Nya (min ghair tamtsil rabb al-alamin), hal ini di sebabkan bahwa tiada sesuatu pun yang dapat menyamai Nya bahkan yang menyerupai-Nya pun tidak ada.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, Ib Taimiah tidak menyetujui setiap penafsiran ayat-ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat-ayat atau hadits-hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus di terima dan di artikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidan men-tafsim-kan, tidak mnyerupakan-Nya dengan Makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentang itu.
Ibn Taimiah mengakui tiga hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiar manusia, yaitu Allah pencipta segala sesuatu, Hamba pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya Allah meridai perbuatan baik dan tidak meridai perbuatan yang buruk.
Dikatakan oleh watt bahwa pemikiran Ibn Taimiah mencapai klimaks-nya dalam sosiologi politik yang mempunyai dasar teologi. Masalah pokoknya terletak pada upayanya membedakan manusia dengan Tuhan-nya yang mutlak. Oleh karena itu, masalah Tuhan tidak dapat di peroleh dengan metode rasional, baik dengan metode filsafat maupun teologi.
Demikian juga, keinginan manusia untuk menyatu dengan Tuhan sebagai suatu yang mustahil. Oleh karena itu, Ibn Taimiah sangat tidak suka pada aliran filsafat yang mengatakan Al-Qur’an berisi dalil khitabi dan iqna’i (penenangan dan pemuas hati) Aliran Mu’tazilah yang selalu mendahulukan dalil rasional daripada dalil Al-Qur’an, sehingga banyak menggunakan takwil, ulama yang memercayai dalil-dalil Al-Qur’an, tetapi hanya di jadikan sebagai pangkal penyelidikan akal, meskipun untuk memperkuat isi Al-Qur’an seperti Al-Maturidi, mereka yang mempercayai dalil-dalil Al-Qur’an, tetapi menggunakan pula dalil-dalil akal di samping Al-Qur’an seperti Al-Asy’ari.
























PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Salaf bukanlah suatu “harakah” bukan pula manhaj hizbi (fanatisme golongan), dan bukan pula manhaj yang mengajarkan taklid,kekerasan, tetapi manhaj salaf adalah ajaran islam sesungguhnya yang di bawa oleh Nabi SAW dan di fahami serta di jalankan oleh para salafush-shalih-radhiyalahu anhum, yang di tokohi oleh para sahabat, kemudian oleh para tabi’in dan selanjutnya tabi’i ta’biin.
     Imam hanbali adalah salah satu tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) dari pada pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihad kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.




[1]Abdul Rozaq, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 134.
[2]Ibid., 
[3]Ibid., hlm. 137.
[4]Ibid., hlm. 138.