PREMATURNYA UKM INDONESIA DALAM
MENGHADAPI MEA
MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) atau ASEAN Economic Community yang akan berlaku pada akhir tahun 2015
dan diberlakukan secara bertahap sehingga kawasan negara ASEAN berada pada satu
wilayah perdagangan.Dalam sejarah pembentukannya, wacana pembentukan MEA telah
hadir dalam beberapa agenda KTT ASEAN. Misal, pada KTT di Kuala Lumpur bulan
Desember 1997 para pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi
kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi
yang adil, dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial-ekonomi.
Selanjutnya pada KTT Bali Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi
regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya
ASEAN adalah dua pilar yang tidak terpisahkan dari komUnitas ASEAN. Pertemuan
menteri ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala
Lumpur, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dengan target
yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaannya. Pada KTT ASEAN ke 12 Januari 2007,
para pemimpin menegaskan komitmen mereka untuk mempercepat pembentukan
komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN visi 2020 dan ASEAN
Concord II dan menandatangani deklarasi Cebu tentang percepatan pembentukan
komunitas ASEAN.
Dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN harus bertindak sesuai prinsip-prinsip terbuka,
berorientasi keluar inklusif, berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan
aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistemuntuk kepatuhan dan
pelaksanaan komitmen yang efektif berbasis aturan. Bentuk kerjasamanya adalah
1.
Pengembangan
sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas.
2.
Pengakuan
kualifikasi profesional.
3.
Konsultasilebih
dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan.
4.
Langkah-langkah
pembiayaan perdagangan.
5.
Meningkatkan
infrastruktur.
6.
Mengembangkan
transaksi elektronik melalui e-ASEAN.
7.
Mengintegrasikan
industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah.
8.
Meningkatkan
keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dari uraian diatas kita
bisa meraba-raba bagaimana keadaan yang akan bangsa kita hadapi di akhir tahun
2015 dan tahun-tahun berikutnya pasca berlakunya MEA (Masyaraakat Ekonomi
ASEAN) terutama pada produk-produk lokal Indonesia.
Dalam menghadapi
persaingan di dalam pasar bebas dan terbuka macam MEA tentu saja banyak
produsen lokal Indonesia akan menetapkan sasaran pemasaran dengan tepat
mengingat pasar yang akan dihadapi adalah pasar yang lebih homogen dari pasar
sebelumnya. Sebagai seorang penjual (produsen) akan menghadapi tiga alternatif
sasaran pemasaran.
1.
Hanya
menjual satu produk kepada sebanyak mungkin pembeli.
2.
Memilih
segmen pasar tertentu dan menjual kebutuhan dan keinginan segmen pasar
tertentu.
3.
Menjual
berbagai versi produk masing-masing versi produk disesuaikan dengan kebutuhan
dan keinginan kelompok pembeli yang berlaianan.
Bagi produsen dalam negeri
yang sudah memiliki kekuatan pasar yang kuat dan modal melimpah tentu saja
adanya MEA bisa menjadi ajang ekspansi ke pasar ASEAN karena sudah mempunyai
kekuatan pasar dalam negeri. Bagaimana dengan skala industri kecil menengah
atau UMKM yang masih sulit bertarung dipasar dalam negeri ? Bisakah mereka
menghadapinya ? Produk UMKM di Indonesia sebenarnya tidaklah memiliki kualitas
yang lebuh buruk dari produk luar negeri beberapa diantaranya malah memiliki
kualitas ekspor yang mendapat apresiasi dari konsumen luar negeri seperti
produk tas, kerajinan dari tanah liat dan produk kerajinan dari hutan.
Ironinya saat UMKM Indonesia
mulai berkembang dan mencari celah untuk dapat menarik konsumen dalam negeri
malah muncul program MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) yang tentunya akan memunculkan pesaing baru bagi para
penggiat UMKM. Selain memunculkan pesaing baru MEA juga mempunyai dampak
positif sebagai sarana mengenalkan produk original UMKM Indonesia kepada negara
ASEAN bahkan dunia. Jadi mari kita menimbang sudah siapkah UMKM atau sebaliknya
UMKM kita masih prematur untuk menghadapi MEA.
Berdasarkan UU No.20 tahun 2008 tenytang UMKM. Hal-hal
pokok atau kebijakan secara umum yang berkaitan dengan pengembangan daya saing
UMKM dalam UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a. Pengertian Iklim Usaha
dan Pengembangan UMKM Pengertian ini penting untuk mendasari pemerintah, pelaku
usaha UMKM dan dunia usaha dalam mengembangkan daya saing UMKM. Berikut
pasal-pasal dalam UU tentang UMKM yang terkait dengan pengembangan daya saing UMKM.
i) Pasal 1 ayat (9): "Iklim
Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
memberdayakan UMKM secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar
Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan,
perlindungan dan dukungan berusaha seluas-luasnya."
ii) Pasal 1 ayat (10): "Pengembangan
adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan
masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui
pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan perkuatan untuk
pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
dan daya saing UMKM."
b. Prinsip dan Tujuan
PemberdayaanPasal 4 dan 5 UU UMKM ini memuat prinsip dan tujuan pemberdayaan
yang harus dianut oleh pemerintah dalam mengembangkan UMKM.
i) Pasal 4: Prinsip
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah:
Penumbuhan kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan Usaha, Mikro dan Menengah
untuk berkarya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa
sendiri;
Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan
berkeadilan;
Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha, Mikro, Kecil, Menengah menjadi
usaha yang tangguh dan mandiri; dan Meningkatkan peran Usaha, Mikro, Kecil dan
Me- nengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, per- tumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
c. Peran Pemerintah UU
UMKM ini juga memuat peran pemerintah dalam pengembangan UMKM, yaitu:
i) Pasal 7 ayat (1): Pemerintah
dan Pemerintah daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
a. Pendanaan
b. Sarana dan prasarana
c. Informasi usaha
d. Kemitraan
e. Perizinan usaha
f. Kesempatan berusaha
g. Promosi dagang
h. Dukungan kelembagaan”
ii) Pasal 7 ayat (2):"Dunia
Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim
usaha sebagaimana dimaksud ayat (1)."
d. Kebijakan Peningkatan
Daya Saing UMKM Pada Pasal 38 UU UMKM menyatakan bahwa koodinasi, pengendalian
dan pemberdayaan UMKM ada pada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang UMKM. Pada saat ini, menteri yang dimaksud dalam UU ini adalah Menteri
Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah. Pada Pasal 38 ayat (2) disebutkan
dinyatakan bahwa koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi penyusunan
dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan UMKM termasuk
penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan UMKM.
Secara regulasi sejatinya
UMKM mendapat banyak dukungan dari pemerintah untuk tumbuh dan berkembang yang
memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi MEA. Sebenarnya apa yang ditakutkan UMKM
dalam menghadapi MEA ? Mari kita lihat pada undang-undang lain misal pasal 34
UUD45 menyebutkan “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Pada kenyataannya masih banyak fakir miskin dan anak terlantar terutama di
daerah ibukota yang notabene sebagai pusat pemerintahan dan perputaran uang.
Keresahan yang sama bisa jadi dirasakan oleh para pelaku UMKM yang menilai
bahwa peraturan hanya sekedar formalitas belaka.
UMKM Indonesia secara
kualitas produk memang tidak kalah dibandingkan dengan produk negara lain di
ASEAN tapi masalahnya produk hasil UMKM Indonesia justru sulit diterima di
dalam negeri dan kalah pamor dengan produk-produk asing dalam hal ini memang
diperlukan integrasi berkelanjutan antara pelaku UMKM dan Pemerintah dan pihak
terkait dalam mengembangkan UMKM mulai dari permodalan, pendampingan
pengiklanan sampai pada pemasaran karena harus disadari bahwa UMKM indonesia
masih bisa berkembang jauh hanya saja karena adanya MEA perkembangan tersebut
menjadi prematur.
Mengapa dikatakan prematur
? Bisa kita lihat bahwa ditengah upaya merintis UMKM yang berusaha bersaing
dengan produk dalam negeri bersekala besar kini dengan adanya MEA persaingan
dalam negeri semakin berat karena dengan adanya MEA indonesia akan diserbu oleh produk luar negeri mengingat
Indonesia adalah pasar yang menjanjikan dengan jumlah konsumen terbesar
daintara negara-negara ASEAN.
Seperti halnya bayi yang
prematur UMKM Indonesia di awal masa-masa kedatangan MEA akan lambat berkembang
kerena gempuran dari produk asing. Hal macam itu tentu bukan masalah yang tidak
dapat ditangani para pelaku UMKM harus bersinergi dengan berbagai pihak
termasuk pemerintah untuk membuat sebuah inkubatur guna mempercepat
perkembangan UMKM Indonesia dengan harapan 2 sampai 3 tahun pasca dibukanya MEA
produk UMKM Indonesia bisa bersaing bahkan merajai pasar industri padat karya
ASEAN tentunya hal tersebut dapat dicapai dengan komitmen, sinergi serta
konsistensi yang berkelanjutan.
Ade
Komarudin, Politik Hukum Integratif UMKM, (Bandung: RMBooks ,2014 ), hlm. 75