Sabtu, 09 Januari 2016

PREMATURNYA UKM INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA



PREMATURNYA UKM INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) atau ASEAN Economic Community yang akan berlaku pada akhir tahun 2015 dan diberlakukan secara bertahap sehingga kawasan negara ASEAN berada pada satu wilayah perdagangan.Dalam sejarah pembentukannya, wacana pembentukan MEA telah hadir dalam beberapa agenda KTT ASEAN. Misal, pada KTT di Kuala Lumpur bulan Desember 1997 para pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial-ekonomi. Selanjutnya pada KTT Bali Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN adalah dua pilar yang tidak terpisahkan dari komUnitas ASEAN. Pertemuan menteri ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaannya. Pada KTT ASEAN ke 12 Januari 2007, para pemimpin menegaskan komitmen mereka untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN visi 2020 dan ASEAN Concord II dan menandatangani deklarasi Cebu tentang percepatan pembentukan komunitas ASEAN.
   Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN harus bertindak sesuai prinsip-prinsip terbuka, berorientasi keluar inklusif, berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistemuntuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen yang efektif berbasis aturan. Bentuk kerjasamanya adalah
1.    Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas.
2.    Pengakuan kualifikasi profesional.
3.    Konsultasilebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan.
4.    Langkah-langkah pembiayaan perdagangan.
5.    Meningkatkan infrastruktur.
6.    Mengembangkan transaksi elektronik melalui e-ASEAN.
7.    Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah.
8.    Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).[1]

Dari uraian diatas kita bisa meraba-raba bagaimana keadaan yang akan bangsa kita hadapi di akhir tahun 2015 dan tahun-tahun berikutnya pasca berlakunya MEA (Masyaraakat Ekonomi ASEAN) terutama pada produk-produk lokal Indonesia.
Dalam menghadapi persaingan di dalam pasar bebas dan terbuka macam MEA tentu saja banyak produsen lokal Indonesia akan menetapkan sasaran pemasaran dengan tepat mengingat pasar yang akan dihadapi adalah pasar yang lebih homogen dari pasar sebelumnya. Sebagai seorang penjual (produsen) akan menghadapi tiga alternatif sasaran pemasaran.
1.    Hanya menjual satu produk kepada sebanyak mungkin pembeli.
2.    Memilih segmen pasar tertentu dan menjual kebutuhan dan keinginan segmen pasar tertentu.
3.    Menjual berbagai versi produk masing-masing versi produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan kelompok pembeli yang berlaianan.[2]
Bagi produsen dalam negeri yang sudah memiliki kekuatan pasar yang kuat dan modal melimpah tentu saja adanya MEA bisa menjadi ajang ekspansi ke pasar ASEAN karena sudah mempunyai kekuatan pasar dalam negeri. Bagaimana dengan skala industri kecil menengah atau UMKM yang masih sulit bertarung dipasar dalam negeri ? Bisakah mereka menghadapinya ? Produk UMKM di Indonesia sebenarnya tidaklah memiliki kualitas yang lebuh buruk dari produk luar negeri beberapa diantaranya malah memiliki kualitas ekspor yang mendapat apresiasi dari konsumen luar negeri seperti produk tas, kerajinan dari tanah liat dan produk kerajinan dari hutan.
Ironinya saat UMKM Indonesia mulai berkembang dan mencari celah untuk dapat menarik konsumen dalam negeri malah muncul program MEA (Masyarakat  Ekonomi ASEAN) yang tentunya akan memunculkan pesaing baru bagi para penggiat UMKM. Selain memunculkan pesaing baru MEA juga mempunyai dampak positif sebagai sarana mengenalkan produk original UMKM Indonesia kepada negara ASEAN bahkan dunia. Jadi mari kita menimbang sudah siapkah UMKM atau sebaliknya UMKM kita masih prematur untuk menghadapi MEA.
Berdasarkan   UU No.20 tahun 2008 tenytang UMKM. Hal-hal pokok atau kebijakan secara umum yang berkaitan dengan pengembangan daya saing UMKM dalam UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a. Pengertian Iklim Usaha dan Pengembangan UMKM Pengertian ini penting untuk mendasari pemerintah, pelaku usaha UMKM dan dunia usaha dalam mengembangkan daya saing UMKM. Berikut pasal-pasal dalam UU tentang UMKM yang terkait dengan pengembangan daya saing UMKM.
i) Pasal 1 ayat (9): "Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan UMKM secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan dan dukungan berusaha seluas-luasnya."
ii) Pasal 1 ayat (10): "Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan dan bantuan perkuatan untuk pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing UMKM."
b. Prinsip dan Tujuan PemberdayaanPasal 4 dan 5 UU UMKM ini memuat prinsip dan tujuan pemberdayaan yang harus dianut oleh pemerintah dalam mengembangkan UMKM.
i) Pasal 4: Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah:
Penumbuhan kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan Usaha, Mikro dan Menengah untuk berkarya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan;
Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha, Mikro, Kecil, Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan Meningkatkan peran Usaha, Mikro, Kecil dan Me- nengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, per- tumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
c. Peran Pemerintah UU UMKM ini juga memuat peran pemerintah dalam pengembangan UMKM, yaitu:
i) Pasal 7 ayat (1): Pemerintah dan Pemerintah daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
a. Pendanaan
b. Sarana dan prasarana
c. Informasi usaha
d. Kemitraan
e. Perizinan usaha
f. Kesempatan berusaha
g. Promosi dagang
h. Dukungan kelembagaan”
ii) Pasal 7 ayat (2):"Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim usaha sebagaimana dimaksud ayat (1)."
d. Kebijakan Peningkatan Daya Saing UMKM Pada Pasal 38 UU UMKM menyatakan bahwa koodinasi, pengendalian dan pemberdayaan UMKM ada pada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang UMKM. Pada saat ini, menteri yang dimaksud dalam UU ini adalah Menteri Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah. Pada Pasal 38 ayat (2) disebutkan dinyatakan bahwa koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan UMKM termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan UMKM.[3]
Secara regulasi sejatinya UMKM mendapat banyak dukungan dari pemerintah untuk tumbuh dan berkembang yang memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi MEA. Sebenarnya apa yang ditakutkan UMKM dalam menghadapi MEA ? Mari kita lihat pada undang-undang lain misal pasal 34 UUD45 menyebutkan “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Pada kenyataannya masih banyak fakir miskin dan anak terlantar terutama di daerah ibukota yang notabene sebagai pusat pemerintahan dan perputaran uang. Keresahan yang sama bisa jadi dirasakan oleh para pelaku UMKM yang menilai bahwa peraturan hanya sekedar formalitas belaka.
UMKM Indonesia secara kualitas produk memang tidak kalah dibandingkan dengan produk negara lain di ASEAN tapi masalahnya produk hasil UMKM Indonesia justru sulit diterima di dalam negeri dan kalah pamor dengan produk-produk asing dalam hal ini memang diperlukan integrasi berkelanjutan antara pelaku UMKM dan Pemerintah dan pihak terkait dalam mengembangkan UMKM mulai dari permodalan, pendampingan pengiklanan sampai pada pemasaran karena harus disadari bahwa UMKM indonesia masih bisa berkembang jauh hanya saja karena adanya MEA perkembangan tersebut menjadi prematur.
Mengapa dikatakan prematur ? Bisa kita lihat bahwa ditengah upaya merintis UMKM yang berusaha bersaing dengan produk dalam negeri bersekala besar kini dengan adanya MEA persaingan dalam negeri semakin berat karena dengan adanya MEA indonesia akan  diserbu oleh produk luar negeri mengingat Indonesia adalah pasar yang menjanjikan dengan jumlah konsumen terbesar daintara negara-negara ASEAN.
Seperti halnya bayi yang prematur UMKM Indonesia di awal masa-masa kedatangan MEA akan lambat berkembang kerena gempuran dari produk asing. Hal macam itu tentu bukan masalah yang tidak dapat ditangani para pelaku UMKM harus bersinergi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah untuk membuat sebuah inkubatur guna mempercepat perkembangan UMKM Indonesia dengan harapan 2 sampai 3 tahun pasca dibukanya MEA produk UMKM Indonesia bisa bersaing bahkan merajai pasar industri padat karya ASEAN tentunya hal tersebut dapat dicapai dengan komitmen, sinergi serta konsistensi yang berkelanjutan.          


[2]  Radiosunu, Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Analisis (Yogyakarta: BPFE,2001), hlm.73
[3] Ade Komarudin, Politik Hukum Integratif UMKM,  (Bandung: RMBooks ,2014 ), hlm. 75