PRAKTEK PRAKTEK DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN POLITIK
A. PEMILU
Sebagai syarat utama dari terciptanya sebuah
tatanan demokrasi secara universal, pemilihan umum adalah lembaga
sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan
perwakilan (representative government). Karena
dengan pemilihan umum, masyarakat secara individu memiliki hak dipilih sebagai
pemimpin atau wakil rakyat maupun memilih pemimpin dan wakilnya di lembaga
legislatif. Menurut Robert Dahl, bahwa pemilihan umum merupakan gambaran
ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Pemilihan umum dewasa ini menjadi suatu parameter
dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara, bahkan pengertian demokrasi
sendiri secara sedehana tidak lain adalah suatu system politik dimana para
pembuat keputusan kolektif tertinggi didalam system itu dipilih melalui
pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala. Pemilu
memfasilitasi sirkulasi elit, baik antara elit yang satu dengan yang lainnya,
maupun pergantian dari kelas elit yang lebih rendah yang kemudian naik ke kelas
elit yang lebih tinggi. Sikulasi ini akan berjalan
dengan sukses dan tanpa kekerasan jika pemilu diadakan dengan adil dan
demokratis. Di dalam studi politik, pemilihan umum dapat dikatakan sebagai
sebuah aktivitas politik dimana pemilihan umum merupakan lembaga sekaligus juga
praktis politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan.
Didalam negara demokrasi, pemilihan umum
merupakan salah satu unsur yang sangat vital, karena salah satu parameter
mengukur demokratis tidaknya suatu negara adalah dari bagaimana perjalanan pemilihan
umum yang dilaksanakan oleh negara tersebut. Demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan oleh rakyat. Implementasi dari
pemerintahan oleh rakyat adalah dengan memilih wakil rakyat atau pemimpin
nasional melalui mekanisme yang dinamakan dengan pemilihan umum. Jadi pemilihan
umum adalah satu cara untuk memilih wakil rakyat.
B. KEBEBASAN PERS
Pers adalah salah satu dari pilar demokrasi setelah adanya lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Indonesia adalah negara demokratis yang
mengakui adanya kebebasan pers. Hal tersebut diakui dalam UUD 1945 dan dalam
Pasal 2 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menyebutkan bahwa kebebasan pers
adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pers adalah lembaga yang ikut mengontrol jalannya roda pemerintah. Pers
turut mengawasi pemerintah dalam menjalankan fungsi administrasi negara,
lembaga legislatig sebagai kepanjangan tangan dari rakyat atau yang sering
disebut sebagai wakil rakyat, begitu pula adanya dengan lembaga yudikatif serta
lembaga-lembaga lainnya yang turut mendukung jalannya pemerintahan.
Pers di Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Pers cetak di Indonesia
diperankan oleh penjajah Belanda untuk kepentingan perdagangan. Jan Pieterzoen
Coen, pendiri Batavia dan Gubernur Jendral Hindia Belanda periode 1619-1629
memulai pengiriman berita ke pemerintahan Ambon dengan judul Memorie de
Nouvelles. Salinan berita itu ditulis dengan tangan pada tahun 1621. lebih dari
satu abad setelah Jan Pieterzoen Coen meninggal, tulisan tangannya diterbitkan
kembali di surat kabar Batavia Nouvelles pada tanggal 17 Agustus 1744. Dengan
demikian, Batavia Nouvelles merupakan surat kabar pertama di Hindia Belanda.
Jaminan terhadap kebebasan pers diatur dalam konstitusi, piagam PBB,
undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini memberikan hak
kepada masyarakat untuk menggunakan kebebasan menyampaikan informasi, kontrol
sosial, masukan/saran, serta komunikasi massa. Dengan kebebasan yang diberikan
itu, pers harus menggunakannya dengan penuh tanggung jawab. Hak-hak yang
dimiliki pers tidak boleh disalahgunakan sehingga dapat merugikan pihak-pihak
tertentu. Pers sebagai pembangun opini publik harus menyajikan data secara
benar dan akurat, tidak provokatif, dengan sumber yang berimbang, serta tidak
memberitakan tentang SARA. Informasi yang disampaikan oleh media massa akan
sangat berpengaruh pada penilaian masyarakat terhadap suatu peristiwa. Jika
pers menyampaikan berita bohong, maka akan sangat merugikan masyarakat,
pribadi, atau pihak-pihak tertentu, maupun pemerintah.
C. KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT
Landasan Hukum Tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat
Landasan-landasan hukum tersebut antara lain :
Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi :”Kemerdekaan berserikat, dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi :”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia dalam Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998, pasal 19 yaitu ”Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 3 ayat 2 sebagai berikut nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum (menurut pasal 4 UU No 9Tahun 1998) antara lain :
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai Pancasila dan UUD 1945
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya kreatifitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi
menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Landasan-landasan hukum tersebut antara lain :
Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi :”Kemerdekaan berserikat, dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi :”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia dalam Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998, pasal 19 yaitu ”Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 3 ayat 2 sebagai berikut nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum (menurut pasal 4 UU No 9Tahun 1998) antara lain :
mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai Pancasila dan UUD 1945
mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat
mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya kreatifitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi
menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
4. HAM
HAM di Indonesia bersumber dan
bermuara pada Pancasila, yang artinya bahwa HAM adalah menjadi jaminan filsafat
yang kuat dari filsafat bangsa. Beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia
antara lain yaitu Undang - Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau
Komnas HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak. Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk
memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya. Hak –
hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality). Hak – hak asasi
sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih
pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan. Dan hak asasi untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights).
Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan
peradilan.
Namun seperti kita ketahui bersama, pelaksanaannya masih sangat jauh dari
apa yang diharapkan oleh semua rakyat Indonesia, masih banyak terjadi
pelanggaran - pelanggaran HAM yang terjadi di negeri kita ini baik itu atas
nama negara atau institusi tertentu .Namun apakah disengaja ataupun tidak ,
negara (dalam hal ini yaitu Komnas HAM) sepertinya sangat lamban untuk
mengungkap dan mengupas secara detail kasus – kasus pelanggaran HAM yang
terjadi baik itu kasus yang disorot media ataupun yang tidak terlalu disorot .
Apalago disaat Orde baru berkuasa , terlalu banyak kasus – kasus pelanggaran
HAM yang belum bisa terungkap dan tertutupi awal tebal oleh konspirasi pihak
elite kekuasaan pada saat itu dan diterusakan saat ini . Dimulai sejak Soeharto
menjabat sebagai presiden sampai Soeharto lengser dalam peristiwa Mei 1998 oleh
para Mahasiswa banyak sekali peristiwa – peristiwa atau kasus – kasus dilakukan
pemerintah yang sangat melanggar HAM, beberapa contoh peristiwa atau kejadian
dari pelanggaran HAM yang dilakukan yaitu pada tahun 1965 dimana Penculikan dan
pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat dan Penangkapan, penahanan dan
pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai
Komunis Indonesia. Lalu dilanjutkan pada tahun 1966, pada tahun ini terjadi
penangkapan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap anggota – anggota
PKI yang masih terus berlagsung . Hal ini sangat melanggar HAM, namun mengaa pemerintah
seperti tidak tahu - menahu tentang hal tersebut, munkin pada saat itu ada
konfrontasi besar yang ingin dilakukan oleh Soeharto untuk mempertahankan
kekuasaannya, terbukti dengan konfrontasi itu Soeharto dapat memimpin Indonesia
selama 36 tahun lamanya, mungkin bila ada pemilihan siapa politikus paling
pintar di Indonesia atau bahkan di Asia, Soeharto lah orangnya, karena dia
seolah memimpin Indonesia tanpa cacat di mata dunia. Benar memang asa hukum
retroaktif tidak dapat diterapkan, namun ini menyangkut kemashlahatan
masyarakat kita sendiri, terlebih untuk keluarga – keluarga atau keturunan dari
korban – korban dari pelanggaran HAM tersebut agar supaya mereka mendapatkan
haknya yang direnngut pemerintah kembali. Kembali ke masalah HAM di Indonesia,
mengapa pelanggaran HAM di Indonesia masih saja terjadi dari tahun ke tahun dan
juga sampai saat ini masih sering terjadi pelanggaran HAM itu, apakah
pemerintah terlalu tegas menindak oknum atau institusi yang menentang
kekuasaannya ataukah memang masyarakat kita yang terlalu anarkis sehingga
pemerintah terpaksa melakukan tindakan progresif untuk mengendalikannya.
Mungkin semua itu dapat kita kendalikan jika tidak ada tindakan – tindakan atau
kebijakan – kebijakan dari pemerintah yang memberatkan rakyat, karena biasanya
rakyat bertindak dikarenakan hal tersebut. Tidak akan ada suatu masyarakat
menyerang atau menuntut ke pemerintahannya jika tidak ada hal dasar yang
melatarbelakanginya.
Lalu bagaimana cara untuk menekan pelanggaran HAM yang terjadi selama ini,
mungkin salah satunya dengan cara lebih mensaktikan lagi lembaga khusus Hak
Asasi Manusia yang dimiliki pemerintah yaitu KOMNASHAM (Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia), karena selama ini KOMNASHAM hanya dapat memegang suatu kasus
pelanggaran HAM sampai batas pengaduan kasus, penyelidikan kasus, tanpa bias
menghakimi siapa oknum – oknum yang terlibat dalam kasus itu, alangkah baiknya
jika KOMNASHAM diberi wewenang untuk melaksanakan tindakan penghukuman atas
oknum yang terlibat dalam kasus tersebut. Memang akan butuh dana, butuh tenaga
ahli untuk melaksanakannya, namun bukankah rakyat Indonesia ini lebih dari
cukup untuk melaksanakan tugas itu, saya yakin bahwa rakyat Indonesia mampu
untuk itu. Dan memang butuh proses panjang untuk melaksanakan hal itu, butuh waktu
yang mungkin lama untuk merekrut ahli – ahli hokum diseluruh Indonesia ini yang
berkomitmen untuk mengamankan, mensejahterakan dan memajukan bangsa ini
dibidang Hak Asasi Manusia, butuh pejuang – pejuang HAM layaknya Moenir. Perlu
adanya Moenir Moenir baru untuk bangsa kita ini. Dan sebagai mahasiswa yang
dalam konotasinya adalah penyambung lidah – lidah rakyat, jangan sekali – kali
mengenal kata menyerah untuk memperjuangkan Hak – hak kita dan orang – orang
yang ada disekitar kita, agar kehidupan kita didunia ini lebih bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar